Hujan

Kamis, 23 Mei 2019

Mudik Asyik

Bismillahirrahmanirrahim

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih, Maha Penyayang

***

Salah satu hal yang identik dengan lebaran adalah mudik. Yess, Gaes.. MUDIK. Pasti saat mudik atau pulang kampung merupakan saat yang sudah sangat terencana dengan baik; terencana secara moril, spirituil, and pastinya materiil. Hihi.. iya sih iyya, bagi yang mudik saja. Bagi yang rumahnya dekat orang tua, dekat mertua, tak merantau di luar kota, tak sedang jauh dari keluarga, mungkin mudik hanya ada di cerita rekan-rekannya dan menjadi angan-angan saja. That's, Gaes! Disyukuri saja ya kalau Anda; mommy-mommy kece, termasuk masyarakat yang mudiknya bahkan bisa hanya jalan kaki langsung cus nyampai. Begitulah, kadang pengalaman tidak harus dialami sendiri kan ya kan yaaa. Ingat, Mommmm.. ada lhoh orang di luar sana yang merana karena saat hari raya tidak bisa mudik dan bertemu keluarga entah karena alasan apa. Ada. Dan mungkin mereka baru bisa mudik setelah tiga atau lima tahun. Kasihan, kan!

Oke. Kembali ke cerita mudik. Tradisi pulang kampung saat hari raya memang dialami sebagian besar masyarakat. Ada yang jauh, cukup jauh, dekat, dan cukup dekat. Karena itu, seperti sy tulis di atas, ada beberapa orang yang entah karena alasan jarak atau dana atau apa terpaksa tidak bisa pulang kampung saat hari raya. Bersyukur alhamdulillah, sy termasuk orang yang bisa mudik di setiap hari raya. Sy punya pengalaman mudik dan rempongnya jelang mudik. Saat masih nyantri dan saat sekarang ini (meski sebenarnya yang sekarang ini 'mudik' sy mudik dalam tanda petik). Seberapapun jarak yang ditempuh saat mudik, persiapannya pun juga rempong, Gaes! Jadi jangan sepelekan mudik yaa. 'Halah, dekat juga pake acara ribet mo mudik sgala',  itu misalnya. :D

Sy lahir dan besar di desa hingga kemudian saat di Sekolah Menengah Atas sy merantau ke kota. Jauh, kah? Ya, menurut sy waktu itu. Jarak tempuh sejam lebih dengan sepeda motor dan hampir dua jam jika naik angkot bisa sy katagorikan jauh, kan, ya? :) bersekolah di sekolah umum (MAN Malang 1 angkatan 2004, hehe.. adakah mommy mommy or pembaca yang teman sesekolah sama sy?) dan sambil mondok di pesantren membuat sy tidak harus pulang pergi setiap hari dan well, saat mudik pun menjadi saat asyik yang dinanti sepanjang tahun *tsah! Tahun pertama, kedua, dan ketiga sy menunggu jemputan untuk pulang dan diantar saat balik pesantren. Tapi setelahnya, saat sudah kuliah, sy pun sudah terbiasa ngangkot untuk mudik dan balik. Alhamdulillah, sy termasuk mahluk yang enjoy enjoy aja tuh tinggal di pesantren yang penuh keajaiban ehhh.. gak ding, penuh peraturan. Salah satu peraturan pentingnya adalah hanya bisa pulang saat libur pesantren; yakni saat hari raya (H-9 s/d H+9) dan setelah ujian diniyah (yang dilaksanakan pas sekolah gak libur. Heu.. jadi tetep gak bisa pulang, deh!). Karena berharganya waktu mudik, maka mudik dan segala kerempongannya menjadi asyik, Gaes! ;)

Mudik asyik harus sudah dipersiapkan sematang mungkin, lho! Antara lain: membersihkan semuanya. Dari mulai pakaian (jangan sampai ada pakaian kotor yang akan ditinggal sekitar dua minggu), lemari dan isinya (pastikan rapi dan semuanya saved), kamar (ini dikerjakan bareng sama teman sekamar), dan penting: pastikan barang yang akan dibawa mudik sudah masuk ke dalam ransel. Gak usah bawa pakaian yang dipakai di pesantren, biar ranselnya gak terlalu sengsara.. hehe. Oh ya, pastikan pula membawa beberapa buku pelajaran sekolah (hihi..ini sy bingit). Malam haru jelang mudik, kami saling bercerita dan bergadang bersama teman seakan setelahnya kami akan terpisah dalam waktu yang lama (haha.. padahal hanya sua minggu). Besoknya, kami akan berbondong antri mengisi buku dan kartu pulang; pastikan tidak terlambat balik pesantren). Setelah berdoa dan berpamitan kepada Pak Yai, waktunya menunggu jemputan..duh sensasi dah dig dug mau pulang benar-benar asyik.

Saat sudah kuliah, hampir tak jauh beda sebenarnya. Sy juga sempat tinggal di asrama wajib maba UIN selama setahun. Setelah bebas asrama wajib, sy kembali lagi tinggal di pesantren. Usia yang beranjak dewasa dan pengalaman beberapa tahun menjadi penghuni kota membuat sy tak lagi mudik dijemput Abah. Tapi ngangkot. Persiapan mudik dengan angkot yang hanya tiga kali ganti angkot tidaklah seberat teman-teman yang harus naik bus atau kereta api. Sy perhatikan mereka harus bersiap lebih ekstra karena harus sudah membeli tiket di beberapa hari sebelumnya kalau perjalanan mudik mereka tak ingin tertunda. Mudik naik angkot juga asyik karena sy bisa sambil menikmati perjalanan yang muter muter kota dulu. Hehe. Karena itu sy harus memastikan untuk tidak membawa banyak barang dalam ransel. Biar tidak berat seperti Dilan menahan rindu *ehh.. apaan coba!

Itu mudik asyik saat masih nyantri yang untuk baliknya harus benar-benar memaksa diri karen jujur, Gaes! Kalo udah di rumah tuh rasanya jadi gak pengen balik ke pesantren. Hehehe.. kehidupan penuh kemudahan di rumah terlalu nyaman untuk berganti menjadi mandiri kembali dan bisa survive di pesantren. Alhamdulillah, sy melewati tujuh tahun merantau di luar kota dengan penuh hal-hal bermanfaat yang menyenangkan.

Lulus kuliah sy pamit pondok dan mulailah mengabdi di salah satu yayasan di desa. Beberapa tahun pun tak ada cerita mudik melainkan cerita kopdar dan reunian di waktu senggang. :) Hingga lima tahun berikutnya sy menikah dan pindah ke rumah si Mas.

Rumah Teduh kami tak begitu jauh sebenarnya, hanya sekitar 11 kilo-an. Apalagi setiap hari sy masih mengajar di yayasan yang lama. Jadi hampir bisa dipastikan waktu pagi hingga sore sy ada di desa sy dan malam hari baru pulang ke rumah. Hampir begitu setiap hari kecuali hari libir tentunya. Namun tetap saja selalu ada cerita mudik di hari raya.

Lain lubuk lain ikannya. Meski hanya berjarak sebelas kiloan ternyata tradisi hari raya dua tempat tersebut bisa berbeda, Gaes! Di desa sy sekarang, masih ada tradisi kenduren satu kampung door to door. Jadi setiap hari raya sy harus bangun sebelum shubub untuk memasak, menyiapkan berkat kenduri, menyiapkan anak-anak, si Mas, dan sy untuk salat 'Id, dan menyiapkan mudik ke rumah orangtua. Ah.. sy berasa jadi orang paling sibuk saat itu. Selepas salat 'Id sambil menunggu kenduri selesai, sy membersihkan rumah dan beberes. Rumah Teduh kami terletak paling ujung, jadi rumah kami adalah rumah terakhir yang didatangi kenduri bergiliran tersebut. Daannn...kabar baiknya adalah Mas sudah datang dengan membawa bungkusan besar berisi berkat dari tujuh belas rumah yang tadi sudah bergiliran kenduri. Isinya? Nasi dan lauk pauk. Alhamdulillah. Rizki dari Allah. :) dan diapakan nasi dan lauk sebanyak itu? Hihi... itu urusan nantinya, karena setelah acara kenduri selesai adalah waktunya mudik ;) Well, sesegera mungkin sy menyiapkan diri dan anak-anak untuk mudik ke rumah orangtua. Alhamdulillah, tetangga sudah hafal. Jadi kalo ada tamu saat itu dan rumah terkunci; maka tetangga akan bilang: mb Dewi mudik. Haha.. padahal tiap hari juga udah ke rumah orangtua sih. Karena itu yang ini 'mudik' dalam tanda petik.

*tulisan ini diikutkan dalam blog challenge oleh #bloggerperempuan dalam #30HariKebaikanBPN

#RamadhanHari Ke 18

~from Rumah Teduh with Luv

0 komentar:

Posting Komentar

hey, whoever are you, you can give comment to my writing. just enjoy giving me comment as long as it can be usefull for me. so, just be my on line's friends!!