Hujan

Rabu, 01 September 2010

Sebuah Refleksi: Ketika Jatah Hidup Berkurang Lagi^_*v

22 Ramadlan 1406 H

”Tekan, Bu.. terus tekan..ya, bagus....dikit lagi, Bu.. dorong, dorong, terus..”
sambil melaksanakan tugasnya, bidan paruh baya itu tak hentinya menyemangati wanita muda di depannya. Seorang wanita muda yang dengan nafas tersengal-sengal berusaha sekuat tenaga mendorong janin dalam rahimnya. Sekujur tubuh yang penuh keringat dan juga cengkeraman tangannya menujukkan betapa ia sedang berusaha keras agar janin yang dikandungnya selama sembilan bulan sepuluh hari itu berhasil melihat dunia. Begitu juga bidan paruh baya yang ditemani seorang asistennya itu, tenaga yang mereka keluarkan membuat mereka tak merasakan betapa dingin angin dini hari yang sedang berhembus.

Sementara itu, di luar kamar persalinan, seorang pria 30 tahun-an mondar-mandir dan sesekali mengintip ke dalam, melihat sang istri berjuang melahirkan anak keduanya. Ia tampak tak begitu gugup, mungkin pengalaman saat anak pertamanya lahir membuat ia lebih tenang, namun sepertinya tetap juga membisikkan berbagai doa yang dihafalnya. Tak jauh dari pria tersebut, di tempat duduk yang bersandar di depan kamar persalinan, seorang wanita tua tampak terlihat cemas. Tak dipedulikannya peringatan waktu imsak yang sudah hampir tiba, ia membiarkan nasi bungkus untuk sahur yang ada di sebelahnya tergeletak begitu saja.

Oeek oeek..

Akhirnya tangisan itu menggema, mengembangkan sebuah senyuman di wajah wanita muda, bidan paruh baya dan asistennya, pria, dan wanita tua. Ucapan syukur pun mereka lontarkan. Si pria dan wanita tua langsung masuk dan menghambur menuju wanita muda yang tampak begitu lelah namun kepuasan terlukis di wajahnya.

Si pria menggendong putri keduanya, membisikkan adzan di telinga kanannya dan membisikkan iqomah di telinga kirinya.

Sesaat kemudian, adzan Shubuh berkumandang..

***

22 Ramadlan 1431 H.

Bayi mungil itu kini telah beranjak dewasa, semoga. Seorang dewasa yang selalu berharap untuk dapat berbagi kebahagiaan dengan orang-orang di sekitarnya. Ya, itulah mungkin harapan Abah-ibu nya yang memberikan nama Faricha untuknya.

*Faricha= Bahagia.

Ya, aku, Dewi Faricha Hs.

((Sebuah refleksi diri di miladku, sesuai kalender hijriyah. Hal yang harus aku syukuri dan terus aku syukuri. Hal yang harus selalu mengingatkan, betapa berat perjuangan ibu melahirkan aku. Dan juga betapa tulus perjuangan orang-orang yang tersenyum saat tangisku pecah pertama kalinya. Terima kasih. Semoga senyum selalu menghiasi hidup kalian semua. Dan, semoga suatu hari aku merasakan jihad itu, sebuah perjuangan menjadi seorang ibu, InsyaAllah.))

2 komentar:

  1. heeeee selamat ultah di bulan pernuh berkah...
    saya lupa tgl n tahun hijriyah pas lahir hmmmm tapi bulannya Rabiul Awwal hohoohho

    BalasHapus
  2. thanks ant..
    ^^hmm.. cari aja di mbah gugel.. bakal gampang ketemu, kok.. :D

    BalasHapus

hey, whoever are you, you can give comment to my writing. just enjoy giving me comment as long as it can be usefull for me. so, just be my on line's friends!!