Hujan

Jumat, 29 Juli 2011

My Lovely Lovelyta Averroes 19

Bismillahirrahmanirrahim.

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.
 
***

Sebenarnya ini adalah naskah yang pernah sy tulis untuk Audisi Naskah "Storycake For Ramadhan" --bulan lalu-- namun lagilagi, tereliminasi. ^^v

Kecewa? ya iyyalah. Tapi seperti biasa, alih-alih meratapinya, sy lebih memilih meneguk ramuan pembangkit mental pejuang yang sengaja saya siapkan untuk menghadapi kekalahan. Glek!!  

Dan, naskah yang rencananya --kalo lolos-- bisa sy jadiin kado istimewa buat sodara seperjuangan sy pun terpaksa harus tertunda. Maybe next time, my Dears. 

however, a bunch of thanks for mbak Gia a.k.a Lygia Pecanduhujan for including it in top 80 (or 88, ya?) then giving a chance to GPU to enjoy this though at the final scoring, they had to eliminated it. That chance was an awesome one. Indeed.

Kalo ada yang mbatin kenapa naskahnya sy publish di sini, maka jawabnya adalah karena sy kiramomentnya lagi pas. Daripada nih naskah diem di file, sy kira bisa lebih baik dipublih buat nyambut Ramadhan plus siapa tahu sy dapat bonus masukan --konstruktif tentunya-- buat bahan benah tulisan sy selanjutnya. 

Yupz.. biar gak berpanjang prolog lagi.. here it is ^^
>
---------
Audisi Naskah "Storycake For Ramadhan"
Bab I : Unforgotten Ramadhan

My Lovely Ramadhan with Lovelyta Averroes 19
Oleh: Faricha Hasan

Ramadhan bagi saya selalu berkesan. Apalagi dalam sepuluh tahun terakhir ini, saat saya menyadari bahwa 22 Ramadhan adalah hari lahir saya. Tepatnya pada 1406 H. Hampir tiap Ramadhan saya usahakan untuk menjadi istimewa dan tak terlupakan. Namun yang paling indah dan akan saya ceritakan di sini adalah Ramadhan tujuh tahun yang lalu. Tahun 2004. Tahun pertama saya sebagai mahasiswi sekaligus mahasantri di Ma’had ‘Aly UIN Malang (sekarang UIN Maliki Malang).

Saat itu saya baru sekitar dua bulan tinggal di salah satu kamar lantai II mabna[1] putri Ibnu Rusyd. Kami para penghuni bangunan tiga lantai itu menyebut mabna kami sebagai Averroes. Saya tinggal di kamar no.19 bersama lima teman yang saya kenal di hari pertama menjadi bagian Averroes. Sampai kini, kami menyebut diri kami Lovelyta Averroes 19Hehe..manis, kan, sebutan kami? Bagi saya, mengucapkan sebutan itu seperti meninggalkan rasa cake yang lembut di ujung lidah. :)

Sebenarnya tahun itu bukan puasa pertama saya yang jauh dari keluarga karena semasa SMA saya sudah tinggal di pesantren. Namun tahun itu sangat berkesan karena saya harus survival dalam puasa yang seadanya. Hihi.. hiperbola banget, ya?

Saya sebut puasa seadanya karena memang keadaannya jauh dari kata ‘wah’ bila dibandingkan puasa bersama keluarga. Juga berbeda dengan puasa saya di pesantren meski dalam ranah yang sama, —puasa tidak bersama keluarga. Bila di rumah, waktu sahur saya terbiasa dengan Ibu yang membangunkan saya ketika hidangan sahur sudah tersedia di meja plus diselingi acara televisi yang marak diputar dini hari itu, dan di pesantren pun demikian karena ada koordinator khusus yang memesan katering untuk sahur, maka di mabna Averroes berbeda. Kami harus bangun dan menyiapkan segala menu sahur kami sendiri.

Bagi kami para Lovelyta Averroes 19, sahur bisa menjadi hal yang seru. Entah siapa pelopornya, yang jelas kami berenam seperti kompak dengan pilihan menu sahur ‘spesial’ kami. Tahukah Anda apa menu ‘spesial’ itu? Hmm.. baiklah. Menu ‘spesial’ ala Lovelyta Averroes 19 adalah sepotong roti yang kami celupkan ke dalam seduhan sereal. Eitz.. jangan bayangkan sereal itu kami seduh dengan air mendidih yang akhirnya terasa hangat di tenggorokan, tapi seduhan itu adalah seduhan sereal dengan air galon murni yang super duper dingin karena memang tidak ada dispenser dalam kamar kami. Huuu.. bisa dibayangkan? Awalnya memang aneh, tapi nyatanya kami benar-benar survive dengan menu sahur ‘spesial’ itu. Menu yang ternyata tidak pernah saya praktekkan setelah meninggalkan mabnaWell,saya merindukan menu itu. Menu yang terkadang membosankan dan membuat kami berenam memutuskan dan memaksa diri turun ke kantin di dini hari yang brrrr…dingin!

Saat Subuh, kami bersama akan menuju Masjid Tarbiyah. Shalat jama’ah dan jika tak malas akan mengikuti kultum serta ngaji hingga jam enam pagi. Hehe.. jika tak malas, lho! Selanjutnya, beruntung bagi yang tidak ada kuliah pagi, bisa langsung tidur hingga alarm kuliah siang meraung. Tapi bagi yang sudah ada janji dengan dosen di jam pertama, maka mau tak mau dia harus rela antri mandi dan berangkat ke kampus. Huft!

Kuliah dalam keadaan berpuasa bisa menjadi hal yang menyenangkan sekaligus melelahkan. Menyenangkan karena saya menganggapnya sebagai pengalihan dari rasa lapar dan tentu saja melelahkan karena energi kita serasa terkuras. Benar-benar childish,ya? Fortunately, pihak kampus dengan baik hati dan bijaksana membuat jam kuliah semakin pendek yang artinya saya (dan juga teman-teman lain tentunya) bisa kembali ke kamar lebih cepat. Asyik!

Ngabuburit. Kami menyebutnya ngabuburit. Jalan-jalan menanti waktu berbuka sambil hunting menu istimewa untuk buka bersama. Bagi saya, kali itu adalah Ramadhan pertama di mana saya mengenal –juga melakukan– ngabuburit. Ramadhan sebelumnya ketika saya di pesantren, waktu menjelang berbuka adalah waktu ngaji kitab yang dikaji secara langsung oleh Pak Kyai. Surely, sulit untuk terlambat apalagi bolos dalam kajian umum tersebut. Jasa katering menu berbuka pun menghampiri kami kembali ketika adzan Maghrib berkumandang. Tak ada acara berburu menu atau jalan-jalan sore.Itulah mengapa ngabuburit bersama teman-teman Lovelyta Averroes 19 terasa sangat menyegarkan.

Kami akan bersama menyusuri taman kampus. Mencari warung makan yang belum pernah kami datangi. Pesan makanan yang kemarin belum kami cicipi. Wew.. seperti pelampiasan menu ‘spesial’ sahur! Dan kami, alih-alih makan bersama di warung, lebih suka membungkus makanan itu untuk kemudian dimakan bersama di kamar. Ajibb! Alhamdulillah! Benar-benar sebuah kenikmatan. Takjilkemudian shalat Maghrib berjama’ah dan dilanjutkan dengan tilawah bersama yang diakhiri dengan berbuka menu istimewa. Maknyus! Benarlah jika ada yang bilang ada dua kenikmatan orang berpuasa dan salah satunya adalah kenikmatan berbuka. Meskipun kami berbuka dengan alas makan kertas tanpa sendok melainkan dengan tangan dan juga lesehan, toh nikmatnya terbawa hingga menjelang tarawih. Hehe..

Saat tarawih pun kami juga sepakat memilih berjama’ah di masjid Tarbiyah meskipun bisa dipastikan bahwa tarawih itu berlangsung setengah jam lebih lama daripada tarawih di basecamp UKM yang disulap menjadi tempat tarawih para ‘penghuni’nya. Lebih lama namun lebih nikmat. Itulah yang saya rasakan, –mungkin juga para Lovelyta Averroes 19  yang lain.

Tak lebih dari dua puluh lima hari. Ya, puasa saya bersama para Lovelyta Averroes 19 itu tak lebih dari dua puluh lima hari yang dikurangi tiga kali hari Minggu ketika saya libur kuliah dan mudik. Maklum, rumah saya masih berada di kota yang sama dengan kampus. Namun sungguh, banyak hal yang sungguh berkesan. Banyak kenangan yang tak terlupakan.

Ada hari ketika mabna kami mengadakan santunan anak yatim dan mengajak mereka berbuka bersama. Kami seluruh penghuni mabna Averroes diminta menyiapkan kado untuk mereka. Apapun boleh kami berikan sebagai hadiah. Buncahan bahagia kami rasakan ketika kami ‘sibuk’ memilih kado yang tepat untuk seorang anak yang tidak kami tahu siapa. Ya, kado itu akan diberikan secara acak.

Ada hari ketika saya mengadakan syukuran kecil milad saya bersama teman-teman satu lantai. Meskipun bukan syukuran ‘wah’, tapi sekitar dua puluh-an teman penghuni lantai dua itu berkumpul di kamar 19. Milad yang menjejakkan hikmah; betapa saya harus selalu mensyukuri kehadiran teman.

Ada hari ketika di akhir masa kuliah menjelang liburan hari raya kami memilih ngabuburit ke alun-alun kota Malang. Bukan hanya ngabuburit tetapi juga takjil dan akhirnya tarawih di masjid Jami’ kota Malang. Tarawih yang hanya kami ikuti delapan raka’at saja karena khawatir kemalaman dan menjadi korban hukuman karena terlambat masuk mabna.
Ramadhan yang sangat indah. Saya belajar arti berjuang. Belajar arti bertahan. Belajar arti berbagi. Belajar berpetualang. Belajar arti menghormati. Dan belajar mensyukuri banyak hal, sekecil apapun. Pembelajaran yang membuat saya semakin dewasa. Pembelajaran yang tak terlupa. My unforgottenRamadhan. Ramadhan kami, Lovelyta Averroes 19.
***
-pondok kupu-kupu. 08062011

*untuk para sahabat Averroes dan –khususnya- Lovelyta averroes 19; —Emma, Izza, Leli, Nan, Yuning—, thanks a lot. I’ll miss u all, Gals!


 [1] Mabna berarti bangunan. Tahun 2004, Ma’had ‘Aly terdiri dari lima mabna. Tiga mabna putri (Al-Ghazali, Ibnu Rusyd, dan Ibnu Sina) dan dua mabna putra (Ibnu Kholdun dan Al-Farobi)

0 komentar:

Posting Komentar

hey, whoever are you, you can give comment to my writing. just enjoy giving me comment as long as it can be usefull for me. so, just be my on line's friends!!