Sobat, mana yang akan lebih kamu pilih, menjadi objek dari suatu kejengkelan, ato sebaliknya, menjadi subjek dari sebuah kejengkelan..?
Dan ternyata, dua²nya emang bukan pilihan yang ingin kita pilih, aku juga demikian. Kalo aja boleh tidak memilih, aku tidak akan memilih keduanya. Tapi toh, kehidupan tidak selalu sesuai yang kita inginkan, BUKAN? Seperti kisahku pagi itu..
Ya, harusnya pagi itu menjadi pagi yang indah tanpa cacat, buatku. Tau kenapa? Tentu saja, aku harus menjadi orang yang penuh semangat dan senyum pagi itu, tapi kemudian hal itu terjadi. Hal yang tak pernah aku bayangkan bakal aku lakukan. Sebuah kesalahan besar, paling tidak buat diriku sendiri.
***
Pagi ini hari pertunangan sepupuku. Tapi sayang, ada sebuah kewajiban yang membuat aku tidak bisa menghadirinya, secara penuh. Jadilah, aku sempatkan kabur dari tugasku saat aku punya sedikit waktu senggang. Aku menghadiri acara tunangan sepupuku, dengan seragam kerjaku.. oh, God.. diz actually really make an inconvenience. Aku terlambat, dan aku tertinggal beberapa adegan… *sok drama, bgt, ya?!*
Semuanya baik² saja, dan amat sangat menyenangkan. Kami sibuk, tertawa, senyum, saling bercanda, foto, dan ambil video. Ya, dua hal terakhir itulah yang membuat semua senyum dan semangatku kemudian pudar.
Buatku, aku termasuk orang yang nyadar kamera. Of course, aku gak akan ngebiarin ada dua digicam yang luput mengambil n merekam gambarku. Jadilah, dengan pede dan sok artis aku berpose dan berlagak seperti reporter acara reality news yang lagi ngeliput pertunangan artis papan atas yang baru saja nerima award dengan politikus yang sibuk berkampanye, meski aku tau hasilnya gak akan semenarik jika Dian Sastro yang melakukannya… *emang mbak Dian pernah jadi reporter?*
Then, sepupuku (bukan yang lagi tunangan, tapi yang lain, yang juga hadir) yang berlagak jadi fotografer, dan juga kami semua tentunya, sama² mencoba melihat hasil bidikan kami itu.
Aku : “Haduh, del aja deh, rekaman yang gak bagus. Ntar daripada ngebuat memory full!”
Cousin : “ Ok, yang mana nih, Mbak?”
Aku : “ Coba liat..”
Aku pun mencoba mengutak-atik
Aku : “ mana, ya? Ini sih ada, cuman erase all. Jadi ntar bisa ke-del semua..nih liat !”
Akupun nyerahin digicam tersebut pada sepupuku..
Cousin : “Gimana, nih? Ok gak?”
Tanya sepupuku pada yang laen. Ya, kami berempat.
Aku : “Terserah, tapi semua bakal keapus, lho..”
Dan jadilah, sepupuku tuh mencet tombol oke, dan….jeng jeng…..
No image
Oh my God, it really worked.
Kehapus semua, dan parahnya, SEMUA benar² terhapus.
Dan ternyata, kamera itu kamera utama. Semua rekaman n foto dari awal acara telah tersimpan. Dan aku, telah merusak segalanya.
Adakah orang yang tidak jengkel padaku?
Hampir semua pandangan menyalahkanku. Beberapa kata² pedas menghujamku. Seketika itu juga, senyum dan semangatku menyublim. Disappear.
Aku salah, aku tahu. Tapi tentu saja, aku mengadakan advokasi buat diriku sendiri. Aku katakan pada semuanya, bukankah aku tadi sudah bilang, bakal keapus semua..?!!
Aku salah, aku tahu. Tapi toh semua sudah terjadi. Kalopun emang ada yang bisa aku lakukan buat menebusnya, tentu saja akan dengan senang hati aku lakukan.
Akhirnya, dalam keterpurukan, sebagai objek dari kejengkelan, aku bisa menyimpulkan beberapa hal:
1.Jangan pernah sok tau. Semua hal tidak sepenuhnya sama. Digicam juga. Meski aku beberapa kali mengoperasikan digicam dan dengan amat baik berhasil memanfaatkannya, tapi toh kali ini lain. Kamera digital lain, dengan beberapa fungsi sama dengan setting yang lain.
2.Karena semua hal tidak pernah sama dengan sebelumnya, persiapkan semuanya. Kalo emang mau jadi fotografer, kenali dulu menunya. Jangan asal erase dan oke. Prepare. Siapkan semuanya sebelum acara mulai.
3.Jaga sikap. Sepertinya sedari awal aku memang punya stok semangat yang berlebih. Bukankah segala sesuatu yang berlebihan tidak pernah baik?
4.Ingat pengalaman. Ini emang keduakalinya dalam kisah kehidupanku, menjadi objek dari sebuah kejengkelan. Dan aku melakukannya lagi. Perfecto. Sungguh sempurna. Semoga tidak lagi. *Tentu saja ini bukan sebuah tindakan melabeli diriku sendiri. Tapi hanya sebuah warning.*
5.Aku, sepertinya makin mengenal diriku sendiri. Semua ini terlalu hiperbolis. Tapi toh, emang itulah aku. Si Gemini yang amat sensitif.
6.Rasanya, ini akan menjadi sebuah trauma. Sama seperti trauma saat aku jatuh dari motor dan menjadi belum berani lagi mencoba menjalankan karisma 125D ijo itu. That’s why, jika tidak benar² siap, aku mungkin tidak akan bersedia jadi fotografer dalam acara² sakral. Padahal, setidaknya buatku, aku adalah seorang pembidik yang berbakat.
7.Akhirnya, ternyata, menjadi objek dari sebuah kejengkelan lebih menyesakkan daripada menjadi subjeknya. Semoga, hal ini membuatku kelak bisa lebih berfikir empat kali jika harus jengkel pada orang yang melakukan kesalahan tanpa sengaja.
8.Dan yang paling akhir, tentu saja, aku jadi punya semangat n motivasi tambahan buat nabung n beli digicam sendiri.
Kenangan February, 27th 2010
3. 41 pm
Hidup adalah Pilihan...kalo kita gk mlih sama saja kita sudah mati.
BalasHapusya..ya..ya..^^
BalasHapusdan hidup terlalu singkat buat kalo kita salah pilih terus..
thanks, Bel..